Seri Video Edukasi Antraks

Dipublikasikan pada 15 Agustus 2024

Tradisi brandu menjadi salah satu titik penyebaran penyakit anthraks. Terlepas dari kultur gotong royong yang melandasi tradisi ini dimana masyarakat di Yogyakarta yang membeli ternak warga yang mati karena sakit dengan harga yang rendah untuk dibagikan ke warga setempat, tradisi ini justru berpotensi ikut menyebarkan penyakit anthraks. Hal ini diperburuk dengan kurangnya pengetahuan warga akan bahaya anthraks dan pemahaman yang salah tentang cara penanganan daging suspect anthraks.

Pada kasus ternak mati mendadak pada wilayah endemis antraks seperti Yogyakarta, dibutuhkan penanganan khusus dalam pelaporan kasus ke plaform iSIKHNAS untuk ditindaklanjuti oleh petugas kesehatan hewan. Ini merupakan salah satu upaya deteksi dini dalam sistem surveilansi kesehatan hewan. Penanganan yang dilakukan pada ternak sehat sekitarnya berupa vaksinasi dan pensterilan wilayah ternak yang mati dan pemberian antibiotik pada warga setempat. Sehubungan dengan antraks digolongkan sebagai penyakit hewan prioritas, vaksinasi yang diberikan oleh pemerintah bersifat gratis.

Penjualan daging murah merupakan hasil hewan ternak yang sakit merupakan sebuah tradisi gotong royong dalam masyarakat Yogyakarta. Namun, tradisi ini dapat menyebabkan penyebaran penyakit antraks. Untuk mencegah potensi penularan antraks, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang pangan pasal 36 serta Peraturan Pemerintah No 89 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan. Kedua regulasi ini juga ditunjang dengan Perda Gunungkidul nomor 13 tahun 2023, pasal 60 ayat 4.

Bagikan Tautan