Vaksinasi Last-Mile COVID-19 Bagi Kelompok Rentan di Pelosok Indonesia

Dipublikasikan pada 28 Mei 2024

Gambar Pembuka

img-kc-a090

Pada Selasa, 24 Mei 2022 lalu, tim Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) bersama tim Palang merah Indonesia (PMI) dalam rangka program Vaksinasi Last-Mile mengunjungi sejumlah desa di Jawa Tengah.

Program yang didukung oleh AIHSP ini melakukan melakukan penjangkauan, dengan tujuan sosialisasi, edukasi dan vaksinasi COVID-19, khususnya bagi kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat dengan komorbid (sedang mengidap penyakit tertentu, atau riwayat penyakit bawaan).

Suyati, perempuan berusia 39 tahun, terlahir lumpuh , tanggal Bersama kedua orang tuanya yang sudah sepuh dan satu orang saudara laki-laki di Desa Kedungbang RT 03 RW 01, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Jika harus berpindah tempat atau keluar rumah, ia harus beringsut-ingsut menyeret tubuhnya, dibantu digendong orang lain, atau dinaikkan ke kursi roda.

Namun ia tidak pernah mau dikasihani, sekalipun juga tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana, yang di tembok depannya ada cap “keluarga miskin”.

Meski memiliki keterbatasan fisik, Yati—demikian ia kerap disapa—tetap berusaha mandiri. Untuk membantu ekonomi pribadi dan keluarganya ia menerima jasa mencuci-menyetrika dari tetangga-tetangganya. Ia juga berjualan secara online, mulai dari pulsa handphone, pulsa listrik, sampai sembako.

Yati adalah salah satu anggota masyarakat penyandang disabilitas yang menjadi menerima vaksin dosis tiga dari pelayanan “door to door” program Vaksinasi Last-Mile AIHSP mengungkapkan dirinya telah melalui Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) setelah vaksin dosis pertamanya.

Tenaga kesehatan (nakes) dan Kepala Puskesmas Tayu 2 Imbang Tri Hanekowati memberikan pelayanan vaksinasi kepada Suyati di rumahnya Desa Kedungbang, Jawa Tengah. (Foto oleh: Tim Dokumentasi AIHSP)

img-kc-a090a

Tenaga kesehatan (nakes) dan Kepala Puskesmas Tayu 2 Imbang Tri Hanekowati memberikan pelayanan vaksinasi kepada Suyati di rumahnya Desa Kedungbang, Jawa Tengah. (Foto oleh: Tim Dokumentasi AIHSP)

“Badan saya panas sehari semalam, waktu vaksin pertama,” ungkapnya. “Saya tidak minum obat. Vaksin yang berikutnya (vaksin kedua) saya tidak apa-apa.”

Yati memang tidak pernah merasa ragu-ragu untuk divaksin. Itu sebabnya ia merasa senang karena tidak perlu bersusah payah mendatangi tempat vaksinasi di desanya.

“Dari pertama kali disuntik, saya senang ada yang ke sini,” katanya. “Terima kasih sudah datang ke rumah saya, semoga diberi kelancaran dalam bekerja.”

Suyati merasa nyaman dengan perhatian khusus dari vaksinasi door-to-door yang dilakukan di bawah Program Vaksinasi Last-Mile COVID-19 (foto oleh: Tim Dokumentasi AIHSP).

img-kc-a090b

Suyati merasa nyaman dengan perhatian khusus dari vaksinasi door-to-door yang dilakukan di bawah Program Vaksinasi Last-Mile COVID-19 (foto oleh: Tim Dokumentasi AIHSP).

Program Vaksinasi Last-Mile dukungan AIHSP ini juga turut diakui oleh Nurmandyo Wibowo, seorang laki-laki tuli berusia 47 tahun.

Bowo—demikian ia kerap disapa teman-temannya–mengaku sangat antusias setiap kali mendapatkan informasi ada vaksinasi di tempatnya.

“Paling utama saya kepingin sehat. Seperti dulu saja, waktu kecil atau bayi kita disuntik vaksin polio, cacar, supaya bayi lebih kuat dan sehat,” tutur bapak tiga anak dari Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu.

Bowo sekarang sudah divaksin COVID-19 dosis lengkap. Ia bahkan ikut membantu meyakinkan teman-temannya dari komunitas bisu-tuli untuk melakukan hal yang sama seperti dirinya.

“Alhamdulillah, saya bawa teman-teman tuli divaksin, hampir 60 orang. Tentu ada juga yang awalnya menolak, tapi kami berusaha menjelaskan bahwa yang utama adalah taat pada anjuran Pemerintah. Tidak perlu khawatir.”

Melalui Program Vaksinasi Last-Mile AIHSP, Nurmandyo Wibowo atau Bowo sudah divaksin secara lengkap (booster). Ia bahkan turut meyakinkan teman-temannya dari komunitas tuli untuk melakukan hal yang sama seperti dirinya. (foto oleh: Tim Dokumentasi AIHSP)

img-kc-a090c

Melalui Program Vaksinasi Last-Mile AIHSP, Nurmandyo Wibowo atau Bowo sudah divaksin secara lengkap (booster). Ia bahkan turut meyakinkan teman-temannya dari komunitas tuli untuk melakukan hal yang sama seperti dirinya. (foto oleh: Tim Dokumentasi AIHSP)

Sementara itu, melakukan vaksinasi pada kelompok lansia menjadi tantangan yang lebih berat bagi para petugas dan tenaga kesehatan.

Terlepas dari para lansia itu sendiri, penolakan terhadap vaksin COVID-19 seringkali juga didapat dari sisi keluarga yang mendebat bahwa para lanjut usia tidak memerlukan vaksinasi COVID-19 karena mereka tidak pernah bepergian sehingga tidak memiliki risiko terpapar COVID-19.

Sejumlah relawan PMI mengakui bahwa mereka menggunakan teknik persuasive guna meyakinkan masyarakat setempat untuk mengizinkan orang tua dan kakek nenek mereka divaksin.

“Menurut saya, kesadaran dan antusiasme warga di kota sudah bagus. Tapi kalau di desa masih kurang,” ujar Noor Eka Fatmaningrum, relawan PMI asal Pati.

“Alasan utamanya adalah karena mereka pikir mereka tidak bepergian jauh, kenapa harus divaksin?”

Dan saat ditanya bagaimana trik dia merayu lansia agar mau divaksin, Noor Eka menjawab sambil tertawa, “Pokoknya kayak merayu pacar!”

Salah satu lansia yang didatangi tim vaksinasi Kecamatan Tayu, Kab. Pati adalah Mbah Mintasih, yang berusia 77 tahun dari desa Purwokerto

Mbah Mintasih mengaku baru pertama menerima vaksin COVID-19, namun ia senang dan merasa cukup lega telah mendapatkan perlindungan dari virus corona.

“Saya merasa baik-baik saja. Terima kasih ya, saya sudah divaksin. Alhamdulillah.”

Sayangnya, pada kunjungan tersebut, terdapat juga beberapa warga yang tidak lolos skrining sehingga tidak dapat menerima vaksinasi karena kondisi kesehatan dan komorbid yang diderita.

Salah satunya adalah kisah Siti Mustabsyiroh dari Desa Tayu Kulon. Dalam kondisi berjalan agak tertatih-tatih, perempuan berusia 32 tahun itu tampak bersemangat mendatangi puskesmas untuk bisa divaksin. Namun, setelah menjalani pemeriksaan oleh dokter, ia dinilai belum memenuhi syarat untuk divaksin – karena baru 10 hari yang lalu menjalani operasi jantung.

“Sebisa mungkin saya ingin divaksin, karena saya pernah kena Covid pada bulan Juni 2021,” ujar Siti Mustabsyiroh.

“Saya lihat, orang-orang yang divaksin sistem imunnya lebih baik daripada yang belum divaksin. Tapi rupanya dokter menganggap kondisi saya masih belum stabil. Mudah-mudahan kalau hasil kontrol saya ke rumah sakit bulan depan, saya sudah lebih baik dan bisa divaksin.”

Tenaga Kesehatan memeriksa tekanan darah Siti Mustabsyiroh di Kantor Kepala Desa Tayukulon. Siti baru-baru ini menjalani operasi jantung sehingga dirinya belum dapat menerima vaksin COVID-19. (foto oleh: Tim Dokumentasi AIHSP)

img-kc-a090d

Tenaga Kesehatan memeriksa tekanan darah Siti Mustabsyiroh di Kantor Kepala Desa Tayukulon. Siti baru-baru ini menjalani operasi jantung sehingga dirinya belum dapat menerima vaksin COVID-19. (foto oleh: Tim Dokumentasi AIHSP)

“Ada beberapa kasus serupa di sini,” ungkap Bambang Kiswanto, Kepala Desa Srumbung.

“Ada beberapa warga desa yang datang untuk divaksin, namun kemudian tidak lolos skrining dikarenakan kondisi kesehatan atau komorbid yang dimiki. Saking semangatnya, mereka terus saja datang kembali karena ingin divaksin.”

Bagikan Tautan