Suara Kelompok Rentan dari Ujung Gagak: “Kami Mau Sehat Bersama”

Dipublikasikan pada 15 Februari 2024

Gambar Pembuka

img-kc-a019

 Melindungi keluarga terhadap COVID-19 membuat siapa pun merasa tenang. “Bicara orang kalau vaksin itu bisa merusak, itu ndak benar. Saya sudah membuktikannya,”- Ningsih, 56 tahun, warga Desa Ujung Gagak dan ibu dari penyandang disabilitas intelektual dan fisik.

Senin 12 September 2022, Desa Ujung Gagak, Kampung Laut, Cilacap – Siang itu, sekitar pukul 13.00 WIB, petugas kesehatan dari Puskesmas Kampung Laut berjalan menuju rumah-rumah warga untuk melakukan vaksinasi COVID-19 bagi warga rentan dan mengalami kesulitan akses ke sentra vaksinasi.

Foto tampak udara dari Desa Ujung Gagak, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah. Foto: Yusuf Ahmad/AIHSP.

img-kc-a019-1

Foto tampak udara dari Desa Ujung Gagak, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah. Foto: Yusuf Ahmad/AIHSP.

Kegiatan vaksinasi di Desa Ujung Gagak dilakukan secara rutin dengan dukungan Program Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) melalui Palang Merah Indonesia (PMI) yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kebupaten Cilacap. Vaksinasi dilakukan dengan dua cara, yaitu di sentra vaksinasi dan mendatangi rumah warga atau door-to-door.

Desa Ujung Gagak adalah salah satu wilayah dari gugusan pulau kecil yang saling terhubung oleh Segara Anakan. Untuk menjangkau desa, warga menggunakan kapal kecil dengan jarak tempuh sekitar 2 jam dari pelabuhan rakyat di Kota Cilacap.

Di salah satu sudut desa, tim dokumentasi AIHSP menemui Ningsih, seorang perempuan berusia 56 tahun. Bersama putranya, Yuliarto yang menyandang disabilitas daksa, mereka baru saja menerima vaksin COVID-19 dosis ketiga melalui kegiatan vaksinasi door-to-door.

Ningsih sangat senang program vaksin menjangkau rumahnya. Meski ia tak menyangka virus COVID-19 yang ditontonnya melalui televisi, ternyata juga ditemukan di kampungnya.

“Kita nonton di televisi, semakin banyak yang kena. Jadinya takut juga. Jadi waktu ada program vaksin, orang-orang datang sosialisasi, saya percaya. Saya ikut untuk jaga diri saya dan keluarga,” jelas Ningsih saat ia dan keluarganya memutuskan untuk menerima vaksinasi.

Yuli Bersama ibunya Ningsih menerima vaksin di rumah mereka dari tim tenaga kesehatan puskesmas. Foto: Yusuf Ahmad/AIHSP.

img-kc-a019-2

Yuli Bersama ibunya Ningsih menerima vaksin di rumah mereka dari tim tenaga kesehatan puskesmas. Foto: Yusuf Ahmad/AIHSP.

Ningsih, tinggal di rumah sederhana dekat kebun jeruk dan petakan sawah. Drainasenya buruk, jika hujan, halaman rumahnya akan digenangi air setinggi 15 cm. Dia memiliki tiga orang anak, dua diantaranya tanggal di luar kampung.

Yuliarto akrab disapa Yuli berusia 27 tahun. Ia lumpuh dan pergelangan kakinya mengecil. Jika beranjak, Yuli menyeret sepasang kakinya, dan lututnya menjadi tumpuan. Lafas bicaranya pun tidak jelas, Hanya ibunya, yang bisa memahaminya.

Tapi Yuli punya energi besar untuk menjelajahi kampung, dan tak bisa diam di rumah. Bagi Ningsih, untuk membuktikan anaknya punya bara semangat seperti orang lain.

Saat petugas kesehatan vaksinasi mendatangi rumahnya, Ningsih menyambutnya dengan hangat. “Saya sudah tiga kali vaksin. Yuli juga,” kata Ningsih.

Bagi Ningsih, melindungi keluarga terhadap COVID-19 membuatnya merasa tenang. “Bicara orang kalau vaksin itu bisa merusak, itu ndak benar. Saya sudah membuktikannya,” ujarnya.

Di sisi lain kampung, seorang perempuan lansia penyandang netra juga menyatakan hal yang sama. Namanya, Asringatinah, usianya 58 tahun. “Saya mau sehat. Jadi saya vaksin,” katanya.

Asringatinah (58 thn), menerima vaksin dari tim relawan di rumahnya Desa Ujung Gagak. Ibu Asri, salah satu penyandang disabilitas, yang didatangi oleh tim relawan Vaksin Covid-19 di rumahnya. Foto: Yusuf Ahmad/AIHSP

img-kc-a019-3

Asringatinah (58 thn), menerima vaksin dari tim relawan di rumahnya Desa Ujung Gagak. Ibu Asri, salah satu penyandang disabilitas, yang didatangi oleh tim relawan Vaksin Covid-19 di rumahnya. Foto: Yusuf Ahmad/AIHSP

“Kalau sudah vaksin, kata petugas, minimal ada sedikit perlindungan diri. Kalau juga kena virus itu, kan bisa ada melawan. Kalau tidak vaksin, kan susah ngelawannya ya.”

Bagi Asri, begitu sapaannya, sebagai seorang lansia, menikmati kehidupan dengan sehat hingga akhir hayat akan membantu dirinya, orang lain dan keluarganya lebih tenang.

Asringatinah memiliki tujuh anak. Semua sudah berkeluarga dan tinggal di luar Desa Ujung Gagak. Suaminya telah meninggal dunia tahun 2017. Bagi Asri, Ujung Gagak adalah kampung halaman yang sangat ia kenal dan dipenuhi orang-orang yang peduli dengannya.

Sembari duduk di teras rumahnya, kampung itu menjadi abadi sejak tahun 2006, saat penglihatannya berfungsi baik. Ini yang menjadikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya akan tetap sama dalam ingatannya.

Asri menjuluki dirinya “tukang jalan”. Ia selalu mengunjungi anak-anaknya, baik yang masih berada di pulau Jawa, di Kalimantan dan di Batam. “Suara anak-anak dan cucu, buat saya bahagia,” katanya.

Ia menerima vaksin dosis kedua dan ketiga, melalui petugas kesehatan yang mendatangi rumanya. Kunjungan itu, baginya, sangat membantu. Menunggu di rumah, tidak harus berjalan ke fasilitas kesehatan. “Saya bilang ke orang-orang, saya saja sudah tua mau vaksin. Apa lagi kalian yang masih muda. Kan gak tau ya, kapan virus ini hilang.”

“Kalau sudah vaksin, kata petugas, minimal ada sedikit perlindungan diri. Kalau juga kena virus itu, kan bisa ada melawan. Kalau tidak vaksin, kan susah ngelawannya ya.”

Bagikan Tautan