Strategi Komunikasi Resiko COVID-19 Beralih dari Sanksi ke Pendidikan
Dipublikasikan pada 28 Mei 2024
Bagian utama dari strategi tersebut adalah komunikasi risiko, yang menekankan pada desain pesan yang tepat berdasarkan tingkat pengetahuan khalayak sasaran di seluruh Indonesia.
Tren penurunan kasus COVID-19 di seluruh nusantara menggarisbawahi pentingnya komunikasi risiko oleh pemerintah kepada publik, dimana masyarakat Indonesia diharapkan tetap waspada dan menjaga kepatuhan terhadap protokol kesehatan meskipun jumlah kasus mulai menurun.
Isu-isu ini menjadi fokus diskusi yang diadakan pada 26 April 2022 antara Kementerian Kesehatan Indonesia, Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP), kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, dan KATADATA (lembaga ahli dalam analisis data).
Diskusi dibuka dengan sambutan dari Sekjen Kementerian Kesehatan Bapak Kunta Wibawa Dasa Nugraha PhD yang menggarisbawahi bahwa strategi komunikasi risiko yang tepat harus dapat digunakan oleh pemerintah, termasuk pemerintah daerah, untuk menjaga kesadaran masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan.
“Diharapkan komunikasi risiko ini dapat dilakukan melalui penyampaian informasi dan edukasi dengan narasi yang mudah dipahami dan juga diterima oleh masyarakat,” kata Kunta seraya menambahkan strategi yang sama juga harus mampu mengurangi peredaran berita hoax terkait COVID-19 dan masalah kesehatan lainnya.
“Oleh karena itu, mari kita terus lindungi masyarakat dengan membangun sistem komunikasi yang kuat dan berkoordinasi dengan berbagai pihak,” ujarnya.
Dwie Susilo MBA MPH, peneliti senior dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gajah Mada, menjelaskan bahwa masyarakat membutuhkan pendekatan promotif melalui komunikasi yang persuasif dan kaya informasi.
“Mereka (publik) tidak suka ancaman. Misalnya, ‘kalau tidak vaksin, tidak dilayani atau bantuan sosialnya dihentikan atau ditahan. Mereka tidak suka,” jelas Dwie.
Dalam rangka mengubah pola pikir kolektif Indonesia tentang penyakit dari kuratif menjadi promotif dan preventif, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dr Widyawati, menekankan bahwa strategi komunikasi risiko harus membangun kepercayaan dan pemahaman masyarakat untuk memprioritaskan keamanan dan kesehatan.
Dr Widyawati menegaskan strategi tersebut harus dilakukan secara menyeluruh, efektif, efisien, dan sinergis dengan melibatkan kementerian dan lembaga pemerintah lainnya dan dengan menggunakan liputan yang luas dari berbagai media.
“Ini termasuk penampilan di acara bincang-bincang televisi dan radio, artikel berita dan advertorial di media online dan cetak, publikasi konten di situs web, penyebaran materi pendidikan melalui media luar ruang dan di tempat umum, dan penggunaan pesan video di situs media sosial seperti TikTok,” kata dr Widyawati.
Made Dwipayana dari Dinas Kesehatan Kota Jembrana – Bali menambahkan, pelibatan masyarakat dan tokoh agama juga berperan penting dalam mempengaruhi masyarakat agar tetap patuh terhadap peraturan kesehatan.
Audiens utama untuk komunikasi risiko, terutama selama periode hari raya keagamaan, akan mencakup pelancong, pengemudi kendaraan pribadi dan umum, bisnis pariwisata, petugas lapangan dari berbagai industri, polisi, dan pekerja transportasi dan layanan kesehatan. Strategi tersebut juga berupaya untuk berkomunikasi secara efektif dengan para lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok terpinggirkan lainnya