Sri Sultan Hamengkubowono X: Program AIHSP Harus Berhasil di Yogyakarta
Dipublikasikan pada 28 Mei 2024
Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X telah menyatakan dengan tegas bahwa ia mengharapkan Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) harus berhasil di provinsi tersebut.
Hal itu disampaikan Gubernur dalam pertemuan virtual antara Pemerintah Australia, Kementerian Kesehatan RI, dan pejabat Pemerintah Provinsi Yogyakarta, pada 22 Februari 2021.
Kemitraan strategis antara pemerintah Australia dan Indonesia, AIHSP adalah program 5 tahun yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan kesehatan nasional di Indonesia dengan mengambil pendekatan terpadu terhadap masalah kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.
Gubernur Hamengkubuwono X mengatakan harapan utamanya adalah AIHSP akan menciptakan struktur organisasi yang mulus dan pola pikir yang sama antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga semua pihak memiliki fokus bersama dalam mendukung program tersebut.
“Hal ini dalam rangka membangun akuntabilitas, sehingga program dapat dilaksanakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan,” ujarnya. “Itu yang biasa kami lakukan di Yogyakarta.”
Harapan, komitmen, dan optimisme Gubernur Hamengkubuwono X untuk mensukseskan program AIHSP di Yogyakarta didukung penuh oleh pejabat SKPD yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY, Pembayun Setyaning Astutie, mengaku yakin kolaborasi antara Pokja dan Kepala Dinas akan berhasil mengatasi berbagai tantangan kesehatan provinsi.
“Kami sangat menghargai kemitraan strategis dengan Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Australia ini,” kata Astutie.
“Saat ini kami membutuhkan banyak dukungan karena masih ada kasus penyakit seperti malaria, antraks, pes, leptospirosis dan demam berdarah di provinsi kami. Kami masih membutuhkan dukungan dan kerjasama lintas sektor.”
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DIY, Suyana menjelaskan, saat ini Yogyakarta dilanda sejumlah penyakit zoonosis (menular ke manusia dari hewan peliharaan atau satwa liar).
Penyakit zoonosis tersebut antara lain Avian Influenza, dan setidaknya ada 6 peternakan unggas bersertifikat di provinsi ini: 5 berlokasi di Kabupaten Gunung Kidul dan 1 di Kabupaten Kulonprogo. Penularan antraks juga terjadi di 2 kabupaten tersebut.
“Kendala yang kita hadapi adalah menurunnya cakupan vaksinasi karena hewan terinfeksi saat sudah bunting sehingga tidak bisa divaksinasi,” kata Suyana.
“Kami mengusulkan untuk memperkuat jaringan iSIKHNAS [sistem informasi kesehatan hewan nasional terpadu Indonesia] hingga ke tingkat masyarakat. Dengan begitu, masyarakat bisa melaporkan jika terjadi kasus langsung dari lokasi mereka.
“Kami juga membutuhkan penguatan SDM, laboratorium di Yogyakarta, dan dukungan terkait lalu lintas hewan [masuk dan keluar] di provinsi.”
Fase pertama program AIHSP memiliki enam tujuan mendasar yang ditujukan untuk memperkuat: sistem surveilans penyakit; koordinasi sistem informasi yang terintegrasi; kapasitas laboratorium baik di laboratorium kesehatan masyarakat maupun di rumah sakit; kapasitas sumber daya manusia di tingkat nasional dan daerah; dan keterlibatan masyarakat dalam jaminan kesehatan.
Program ini awalnya menargetkan empat provinsi di Indonesia: Bali, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Yogyakarta. Tahap percontohan ini kemudian akan dievaluasi untuk implementasi di provinsi lain.