Sistem Jemput Bola untuk Percepatan Vaksinasi
Dipublikasikan pada 12 April 2024
Dibandingkan dengan dosis pertama dan kedua, proses vaksinasi Covid-19 untuk dosis penguat (booster) di Indonesia mengalami pelambatan. Dari data nasional, sejak pemerintah mengeluarkan perintah pemberian dosis ketiga pada 12 Januari 2022, hingga akhir bulan Mei baru menyentuh 22,06% dari target.
Angka tersebut jauh di bawah pencapaian di dua fase sebelumnya, ketika V1 menembus 96,19% dan V2, walaupun mengalami sedikit penurunan, namun angkanya masih terbilang tinggi, yakni 80,43%.
Percepatan vaksinasi baru mulai terdongkrak pada saat pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait mudik lebaran tahun ini, yang mengharuskan calon pemudik melengkapi dosis vaksinnya. Hasilnya lumayan, terjadi kenaikan hingga 4% hanya dalam waktu satu bulan untuk V3.
Sedikitnya ada dua faktor yang menyebabkan vaksinasi dosis ketiga berjalan lambat. Pertama, masyarakat mulai jenuh dengan situasi pandemi yang telah berlangsung selama dua tahun. Kedua, banyak yang mengalami trauma dengan efek samping sesaat yang didapat dari vaksin sebelumnya, khususnya di kalangan lansia.
“Ada sedikit efek samping dari beberapa jenis vaksin, dan itu membuat sebagian orang enggan divaksin lagi,” ucap dr. Aviani Tritanti Venusia, M.M., Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
“Keluarga jadi merasa repot untuk merawat lansia karena efek sampingnya itu. Akhirnya mereka menolak orangtuanya divaksin lagi. Apalagi menurut mereka vaksin tidak terlalu dibutuhkan lansia karena selama pandemi tidak pernah ke mana-mana,” tambah dia.
Anggapan yang keliru itu tentu saja perlu diimbangi dengan edukasi yang tepat dan kontinyu dari semua pihak yang terkait, terlebih karena sepanjang pandemi banyak berseliweran hoaks seputar Covid-19 dan vaksin, seperti soal halal-haramnya, efek samping yang membunuh, sampai isu-isu konspirasi, dan lain-lain.
Misi edukasi itu terkandung pula dalam program percepatan vaksinasi yang digagas oleh lembaga Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (Australia Indonesia Health Security Partnership / AIHSP), bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI), dengan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan pemerintah terkait. Khusus di Jawa Tengah, kegiatan ini efektif mulai digencarkan pasca Lebaran, di berbagai sentra vaksinasi khususnya yang ada di tingkat desa dan kecamatan, yang berada di sembilan wilayah kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaannya, strategi yang dikedepankan pada program ini adalah “jemput bola”. Di sini, para petugas secara aktif mendatangi warga di rumah-rumah mereka untuk memastikan agar mereka mau mendatangi puskesmas atau balai desa untuk divaksin. Kalau perlu, mereka akan dijemput dengan mobil ambulans dan diantar ke lokasi vaksin.
Perlakuan lebih khusus diperuntukkan kalangan lansia, penyandang disabilitas, dan orang dengan komorbid. Kepada mereka petugas akan melaksanakannya di rumah masing-masing.
“Kita melakukan home visit, kunjungan ke rumah bagi mereka yang punya penyakit atau sudah sepuh (lanjut usia—Red). Dengan segala kondisi, apapun, kami mengusahakan pelayanan ini,” tukas dr. Iskandar, kepala puskesmas Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang.
Sistem jemput bola ini dikatakan oleh Bupati Pati, Haryanto, berdampak positif dalam percepatan vaksinasi di daerahnya. Bagaimanapun, meski kasus Covid-19 terus melandai, namun PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) masih diberlakukan, dan vaksinasi harus dituntaskan.
“Ketika ada bantuan dari AIHSP ini, saya langsung menggerakkan teman-teman relawan khususnya dari PMI, untuk menjemput masyarakat yang masih enggan divaksin, terutama lansia, karena mereka ini kelompok yang rentan,” tutur bupati yang juga menjabat ketua PMI Kabupaten Pati tersebut.
“Waktu (salat) tarawih keliling, saya minta didampingi tim vaksinasi. Jadi, malam-malam pun kami mendekati masyarakat agar mau divaksin. Kalau perlu saya tunggui, habis divaksin boleh foto bareng saya,” tambah dia sembari berkelakar.
Strategi “door to door” ini juga dianggap cukup efektif bagi petugas kesehatan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat. Dengan pendekatan yang tepat, mereka bisa langsung memberikan informasi dan penjelasan-penjelasan yang diperlukan untuk menangkis setiap persepsi yang keliru terkait Covid-19 dan vaksinasinya.
“Tidak selalu mudah, tapi kuncinya sabar. Ada yang semula tak mau divaksin karena merasa tidak dapat apa-apa, tidak dapat BLT (Bantuan Langsung Tunai—Red), sembako, dan sebagainya. Kalau sudah begini, saya tidak bisa berbuat banyak. Paling-paling saya cuma bilang ‘dapat sehatnya saja’. Lho, malah akhirnya dia mau juga divaksin,” kenang Imbang Tri Hanekowati, Kepala PuskesmasTayu II, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati.
Yang juga tak kalah penting dalam memaksimalkan percepatan vaksinasi adalah ketersediaan vaksin dan kesiagaan para petugasnya.
“Kami stand by setiap hari. Berapapun stok yang ada, biarpun cuma 20 misalnya, tidak apa-apa. Yang penting, kalau ada yang ingin divaksin kami siap melayani,” tukas dr. Bambang dari puskesmas Kecamatan Cluwak, Kab. Pati.