Merayakan Kesehatan dan Inklusivitas di Hari Disabilitas Internasional di Jembrana
Dipublikasikan pada 4 Maret 2024
Perayaan Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2023 memberikan makna istimewa bagi anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Tahun ini menjadi spesial karena Pertuni secara resmi terdaftar oleh pemerintah, menjadi tonggak bersejarah bagi organisasi ini, seiring dengan perayaan ulang tahun ke-11 pada Mei 2023. Dalam semangat perayaan ini, Pertuni bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Jembrana untuk menyebarkan informasi tentang pengendalian penyakit zoonosis di antara anggotanya. Upaya kolaboratif ini difasilitasi oleh Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) di Kabupaten Jembrana. AIHSP secara aktif melibatkan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) dalam kegiatan promosi kesehatan, dengan fokus pada pencegahan penyakit zoonosis dan cakupan vaksinasi COVID-19.
Dr. I Gede Ambara Putra, Kepala Bagian Pencegahan Penyakit Menular, menyadari bahwa individu dengan disabilitas mungkin lebih rentan terhadap penyakit zoonosis karena kondisi unik mereka. Kerentanan ini khususnya dirasakan oleh anggota Pertuni, banyak di antaranya memiliki penglihatan rendah atau bahkan buta, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit zoonosis karena kesulitan mengenali hewan yang dapat menyebabkan penyakit menular. Dr. Putra mengungkapkan bahwa saat ini terdapat lima jenis penyakit zoonosis di Kabupaten Jembrana, yaitu Leptospirosis, Japanese Encephalitis (JE), Meningitis Streptococcus Suis (MSS), demam berdarah, dan rabies. Penting bagi penyandang disabilitas untuk mengetahui tentang penyakit-penyakit ini, sehingga mereka dapat mendeteksi gejala lebih awal dan mengambil tindakan pencegahan untuk diri mereka sendiri, keluarga, dan masyarakat.
Peserta dari Pertuni dengan antusias menerima informasi tentang penyakit zoonosis dari sumber pemerintah yang dapat dipercaya, memicu banyak pertanyaan terkait gejala yang dapat diidentifikasi oleh penyandang disabilitas. Keterbatasan akses mereka terhadap informasi semacam itu, meskipun penyebab penyakit ini—seperti tikus, sapi, nyamuk, dan anjing—berada di sekitar mereka, menekankan pentingnya kesadaran semacam itu. Pejabat pemerintah mengapresiasi antusiasme kelompok ini dan menyatakan dukungan untuk melanjutkan kolaborasi ini.
Kedepannya, Dr. Putra mengantisipasi kelanjutan kolaborasi antara Organisasi Penyandang Disabilitas, Dinas Kesehatan Kabupaten, yang difasilitasi oleh Dinas Sosial atau AIHSP. Kolaborasi ini bertujuan untuk terus mempromosikan berbagi informasi kesehatan di kalangan penyandang disabilitas.