Menjaga Rojo Koyo, Menjaga Ketahanan Ekonomi Masyarakat Desa
Dipublikasikan pada 5 Juni 2024
Sragen, 12 Mei 2022. Bagi masyarakat pedesaan di Jawa Sapi merupakan salah satu ternak (bersama kambing dan kerbau) yang dikategorikan sebagai Rojokoyo. Makna terpisah dari kata ini yaitu rojo yang artinya Raja dan koyo yang berarti kaya. Secara sederhana Rojokoyo diartikan sebagai hewan ternak yang dapat menjadi sumber pendapatan (uang), sehingga ketika ada masalah dengan hewan-hewan tersebut maka ekonomi masyarakat (peternak) akan terganggu.
Menindaklanjuti kematian Sapi secara mendadak di Kabupaten Sragen khususnya di Kecamatan Mondokan yang teridentifikasi terjangkit penyakit babesiosis (parasit darah) yaitu penyakit menular pada sapi yang disebabkan oleh protozoa parasitik perusak sel darah merah, AIHSP Jawa Tengah mendukung respon yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen dengan memfasilitasi kegiatan Sosialisasi Pencegahan dan Tata Kelola Penyakit Babesiosis di Desa Gemantar dan Kedawung, Kecamatan Mondokan pada tanggal 11-12 Mei 2022 di Balai Desa Gemantar dan Kedawung.
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat respon penanggulangan kejadian babensia (Parasit darah) di Kecamatan Mondokan Sragen dengan melakukan upaya KIE untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai ciri-ciri penyakit Babesiosis (Parasit Darah); dan cara pencegahannya. Kegiatan sosialisasi ini diikuti oleh perwakilan pemdes, toma, toga, kelompok perempuan, camat, Koramil, Polres dan perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di tingkat kabupaten.
“Sing perlu didusi kuwi juga sapine ora mung awake dewe ( yang dimandikan itu juga sapinya bukan hanya diri kita sendiri ),” demikian ditekankan oleh Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen Rina Wijaya pada saat membuka kegiatan di Desa Gemantar untuk menekankan pentingnya sanitasi hewan / kandang guna mencegah menularnya penyakit ini.
Pada kegiatan ini hadir dua narasumber yaitu drh.Ana Margaretha dari Dinas Peternakan dan perikanan Sragen dan Ichwan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Sragen. drh Ana membahas ciri, cara penularan dan pencegahan Banesia sedangkan Pak Ichwan menyampaikan mengenai tata kelola penggunaan dana desa untuk mengatasi masalah Babensia yang terjadi.
Selain membahas mengenai penyakit Babensia, drh.Ana juga membahas tentang Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) yang saat ini muncul di Jawa Timur. Karena Kabupaten Sragen berbatasan langsung dengan Jawa Timur, maka semua kalangan juga perlu bekerjasama sehingga penyakit ini tidak masuk ke Sragen.
“Sesuai dengan aturan, bahwa 20 persen dana desa digunakan untuk Program Ketahanan Pangan dan Hewani,” kata Pak Ichwan dari Dinas Pemberdayaan Masyarak Desa Kabupaten Sragen.
“Program ini dapat digunakan untuk tindak lanjut penanganan penyakit babensia, jika memang ada kebutuhan dan tidak tersedia sumber dan lain,” demikian Pak Ichwan menegaskan.
Kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan melakukan sanitasi kandang, dimana Dinas Peternakan dan Perikanan Sragen bersama masyarakat akan melakukan penyemprotan kandang dengan insektisida secara menyeluruh dengan menggunakan Dana Tanggap Darurat. Masyarakat yang memiliki ternak khususnya yang terdampak Babensia diharapkan bisa melapor ke pemerintah desa untuk bisa mendapatkan layanan ini.