Kerja Sama AIHSP dan PKH Berhasil Menjangkau Kelompok Marjinal untuk Edukasi Kesehatan
Dipublikasikan pada 1 Mei 2024
Pada akhir Agustus 2023, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP), menyampaikan informasi tentang praktik baik yang berhasil dilakukan dalam melakukan edukasi kesehatan kepada kelompok masyarakat marjinal seperti masyarakat miskin, lansia, perempuan yang rentan secara sosial-ekonomi, dan penyandang disabilitas. Kerja sama ini dilakukan melalui Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dengan memberdayakan jejaring Program Kesehatan Keluarga atau PKH.
PKH adalah program bantuan sosial (bansos) bersyarat untuk Keluarga Miskin (KM), yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. PKH bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan memfasilitasi keluarga miskin agar memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar dalam bidang kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, perawatan, dan pendampingan bagi keluarga berpenghasilan rendah.
Sebanyak 260.995 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH yang tinggal di lima kabupaten/kota (Cilacap, Magelang, Kota Pekalongan, Sragen, dan Pati) telah mendapat pendampingan dari AIHSP. Dilibatkan juga 782 pendamping PKH mengadakan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) bulanan dengan KPM di desa-desa.. Dengan luasnya jejaring PKH dan jangkauannya hingga ke tingkat desa dan dusun, kerja sama dengan PKH menjadi potensi pelaksanaan komunikasi risiko kesehatan yang digagas AIHSP agar langsung menjangkau masyarakat miskin dampingan PKH.
Menurut Koordinator Wilayah PKH Jawa Tengah, Muhammad Arif Rohman Muis, SE, MM, sangat penting untuk menyampaikan informasi terkait risiko kesehatan kepada kelompok masyarakat marjinal. “Masyarakat marjinal jarang sekali mendapatkan informasi. Kalau pun mendapatkannya, seringkali informasinya kurang lengkap. Karena itu, kerja sama AIHSP dan PKH berperan penting sekali,” katanya.
Sub Koordinator Jamsos Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Didik Prawata, SE, menyampaikan, “Masyarakat marjinal tidak seperti masyarakat pada umumnya yang dapat mengakses layanan secara mudah dan bebas. Mereka memiliki kendala”. Padahal, merujuk pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, semua orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
PKH memiliki lima modul utama terkait kesehatan, pendidikan, keuangan keluarga, perlindungan anak, dan kesejahteraan sosial, yang disampaikan dalam P2K2. AIHSP memperkaya modul tersebut dengan menambahkan lima materi sebagai panduan diskusi P2K2 yaitu Vaksinasi COVID-19, Protokol Kesehatan, Antraks, Rabies, dan Leptospirosis. Materi tentang tiga penyakit yang terakhir disebut tadi adalah hal baru bagi pendamping PKH dan KPM. AIHSP menambahkan materi ini untuk mengedukasi tentang pentingnya pencegahan dan penanganan penyakit yang ditularkan dari hewan kepada manusia dan sebaliknya (Zoonosis) serta penyakit menular yang baru muncul.
Plt. Kepala Dinas Sosial Jawa Tengah, Tegoch Hadi Noegroho, SH menilai bahwa penambahan materi baru sebagai panduan diskusi P2K2 sebagai langkah yang tepat. “Dengan adanya kerja sama ini, kami sangat diuntungkan. Di Jawa Tengah ini, salah satu hal berat yang dihadapi adalah masalah kesehatan hewan, yang berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat di desa-desa. Kita ketahui, sebagian besar masyarakat penerima PKH hidup di desa dan tidak terlepas dari masalah peternakan.”
Arif juga menambahkan, “KPM memang berhadapan langsung dengan tikus dansapi, tetapi mereka tidak menyadari penyakit yang bisa ditularkan oleh hewan tersebut dan bagaimana cara mencegahnya. Karena itu, KPM sangat antusias mendapatkan pengetahuan baru ini.”
“Hingga Juli 2023, pendamping PKH telah berhasil menggunakan lima materi panduan ini dalam P2K2 kepada 21.846 KPM, termasuk lansia dan penyandang disabilitas,” kata Arif. Ia menjelaskan, lima materi panduan diskusi tersebut dikemas secara sederhana sehingga mudah digunakan.
Kerja sama PKH dan AIHSP dimulai pada Maret 2022. Koordinasi awal diikuti oleh Lokakarya Penyusunan Panduan pada Oktober 2022, dilanjutkan dengan Orientasi Panduan Diskusi pada November 2022, lalu Uji Coba Panduan dalam P2K2 di lima kabupaten/kota selama Mei 2023, dan diakhiri oleh Finalisasi Panduan di awal Juni 2023. Kerja sama antara PKH dan AIHSP dinilai bermanfaat bagi berbagai pihak. “Pendamping PKH telah memperoleh pengetahuan baru,” ujar Didik. Ia menambahkan bahwa banyak KPM yang bekerja sebagai petani, peternak atau memelihara hewan. “Oleh karena itu, panduan diskusi tentang Antraks, Rabies, Leptospirosis sangat dibutuhkan dan sangat berguna.”
Arif mengatakan bahwa penyampaian lima materi tersebut dalam P2K2 mampu mengubah pola pikir KPM. “Dulu, mereka malas mengupayakan rumah yang sehat, menjaga dan membersihkan hewan ternaknya. Sekarang peduli terhadap kebersihan keluarga, lingkungan, dan ternaknya. Kepala desa dan kepala dusun juga senang dengan adanya panduan ini karena membantu mereka dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat”.
Selama penyampaian lima materi panduan diskusi dalam P2K2, pendamping PKH didampingi oleh petugas kesehatan dari pusat kesehatan hewan (puskeswan) atau Dinas Peternakan dan Perikanan, serta pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Pada akhirnya, hal ini mendorong koordinasi antar sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan.
“Kerja sama ini juga menguatkan koordinasi lintas sektor yaitu antara Bappeda, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan dan Perikanan (Peterikan),” imbuh Arif. Koordinasi ini diharapkan dapat menguatkan upaya pencegahan dan penanganan penyakit zoonosis dan infeksi baru yang muncul. “Kami jadi tahu harus melapor ke mana bila menemukan penyakit Antraks yang dialami KPM, misalnya.”
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Rahmah Nurhayati, SKM, M.Kes menegaskan tentang pentingnya koordinasi ini. “Kita bersama-sama bisa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Kuncinya adalah komunikasi, koordinasi dan kolaborasi.”
Provincial Coordinator AIHSP di Jawa Tengah, dr. Hartanto Hardjono, M.Med.Sc mengatakan, koordinasi lintas sektor ini sejalan dengan pendekatan yang dipromosikan AIHSP yaitu pendekatan yang mengintegrasikan kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan (One Health). “Koordinasi ini bisa berkontribusi dalam edukasi One Health di lingkungan terkecil yaitu keluarga di desa-desa, dusun, atau RW,” ujarnya.
dr. Hartanto berharap, praktik baik ini bisa ditiru oleh kabupaten/kota lain untuk mengendalikan penyakit zoonosis dan penyakit infeksi baru. “Pendamping PKH bisa berperan dalam melakukan Surveilan Berbasis Masyarakat atau SBS,” ucapnya. SBS memberdayakan masyarakat untuk mendeteksi dan melaporkan potensi masalah kesehatan di desa kepada puskesmas dan puskeswan serta melakukan upaya-upaya pencegahan. “Saya optimis bahwa pendamping PKH dan masyarakat yang didampingi PKH bisa dioptimalkan dalam Surveilan Berbasis Masyarakat (SBM)”. Pernyataannya menguatkan rencana AIHSP untuk menjadikan enam kabupaten/kota (Cilacap, Magelang, Kota Pekalongan, Sragen, Pati dan Kota Semarang) sebagai wilayah uji coba kegiatan SBM.
Ke depan, Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah berencana memperluas praktik baik kerja sama ini. “Program AIHSP ini bagus. Insya Allah, kami telah mengalokasikan anggaran untuk diseminasi panduan diskusi ini ke 29 kabupaten/kota lainnya di Jawa Tengah,” tegas Didik.
Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Rudi Agus, S.Sos, MH menutup kegiatan dengan menegaskan kembali tentang pentingnya kolaborasi berbagai pihak baik pemerintah, dinas sosial, dinas kesehatan, dinas peternakan, NGO, dan masyarakat, dalam meningkatkan kesehatan masyarakat dan hewan.
Diskusi ini merupakan kegiatan berbagi pengetahuan ketahanan kesehatan untuk menyampaikan praktik baik yang telah dihasilkan selama implementasi program AIHSP. “Selama hampir empat tahun pelaksanaan program, AIHSP telah berkontribusi dalam melahirkan praktik-praktik baik di tingkat nasional maupun di daerah. Akan sangat baik bila praktik baik ini dibagikan kepada seluruh pemangku kepentingan agar dapat membantu provinsi lain dalam melanjutkan pelaksanaan atau mereplikasi pendekatan-pendekatan yang telah berhasil diujicoba,” demikian penjelasan Lea Suganda, mewakili Direktur Program AIHSP.