Indonesia Meningkatkan Upaya Melawan Penyakit Lumpy Skin

Dipublikasikan pada 28 Mei 2024

Gambar Pembuka

img-kc-a097

Dengan dukungan dari Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP), Hari ini Indonesia mengumumkan langkah-langkah untuk mendidik produsen ternak tentang bahaya Penyakit Lumpy Skin (LSD).

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia bekerja sama dengan AIHSP menyelenggarakan webinar seri kesiapsiagaan LSD, pada 22 Juli, 29 Juli, dan 6 Agustus 2021.

Meskipun namanya terdengar tidak berbahaya, Penyakit Lumpy Skin ini dapat menyebabkan luka parah dan kematian akibat infeksi sekunder pada ruminansia tertentu, yaitu sapi dan kerbau. Hal ini juga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan melalui penurunan produksi susu dan menyebabkan gangguan reproduksi pada pejantan dan sapi.

Pertama kali muncul di Afrika pada tahun 1929, Sistem Informasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa LSD baru-baru ini menyebar ke Asia, dengan kasus yang diidentifikasi di India dan Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 2019 serta Bhutan dan Vietnam pada tahun 2020. Pada bulan Juni 2021, kasus lebih lanjut telah dilaporkan di Kamboja, Malaysia dan Thailand.

Karena virus LSD dibawa oleh serangga penghisap darah, seperti nyamuk dan lalat, kawanan petani kecil Indonesia sangat berisiko.

“Hingga saat ini penyakit ini belum dilaporkan di Indonesia,” kata Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Dr. drh. Nuryani Zainuddin, M.Si.

“Mengingat ancaman masuknya penyakit ini ke Indonesia cukup besar dan dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi, maka diperlukan langkah-langkah antisipatif dan mitigasi risiko.”

“Kita juga harus memperkuat kapasitas dan pengetahuan tentang LSD di kalangan petugas kesehatan hewan di seluruh Indonesia di tingkat pusat, provinsi, dan daerah dalam upaya kesiapsiagaan penyakit ini.”

Rangkaian webinar bersama Direktorat  Kesehatan Hewan dan AIHSP dilakukan selama tiga minggu. Sesi pertama membahas informasi umum (pengenalan, situasi, dan ancaman penyakit) serta diagnosa klinis LSD. Sesi kedua meliputi konfirmasi diagnosis (pengambilan sampel dan diagnosis laboratorium). Ketiga fokus pada respon cepat, pengendalian dan pemberantasan, dan perencanaan kontinjensi LSD di Indonesia.

Kredit foto: Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Klik infografis untuk memperbesar

img-kc-a097a

Klik infografis untuk memperbesar

Bagikan Tautan