Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Dukung AIHSP

Dipublikasikan pada 28 Mei 2024

Gambar Pembuka

img-kc-a100

Pertemuan Audiensi Program AIHSP dan Pemerintah Jawa Tengah

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan sejumlah pimpinan provinsi terkait telah mengonfirmasi dukungannya terhadap program Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP).

Komitmen tersebut ditegaskan Gubernur Pranowo dalam pertemuan virtual antara AIHSP dengan petinggi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada 9 Februari 2021.

Kemitraan strategis antara pemerintah Australia dan Indonesia, AIHSP adalah program 5 tahun yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan kesehatan nasional di Indonesia dengan mengambil pendekatan terpadu terhadap masalah kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.

Menurut Gubernur Pranowo, pengalaman Australia di bidang kesehatan dinilai penting untuk dibagikan kepada Indonesia, khususnya Jawa Tengah, guna menyelesaikan berbagai persoalan kesehatan di provinsi tersebut.

Berkaca pada data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2021, gubernur menyebutkan bahwa provinsi tersebut dijangkiti sekitar 70% penyakit baru atau penyakit yang muncul kembali seperti influenza, sindrom pernafasan Timur Tengah dan Ebola.

Penyakit zoonosis prioritas saat ini (menular ke manusia dari hewan peliharaan atau satwa liar) di Jawa Tengah adalah leptospirosis, rabies, antraks, flu burung dan wabah.

“Penyakit zoonosis perlu ditangani dan membutuhkan perhatian penuh! kita harus melihat pada fakta bahwa penyakit ini menunjukkan angka kematian yang relatif tinggi,” kata Gubernur Pranowo.

Para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Jawa Tengah—termasuk Dinas Kesehatan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)—juga turut mendukung program AIHSP.

Pak Abdullah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan menyatakan mendukung pernyataan Gubernur Pranowo tentang penyakit zoonosis pada umumnya dan rabies pada khususnya.

Menurut Abdullah, hewan di Jawa Tengah sudah bebas rabies sejak 1997, namun kebutuhan terkait konsumsi daging anjing yang signifikan, terutama di wilayah Solo Raya, secara tidak langsung menimbulkan kekhawatiran terhadap penyakit rabies.

“Karena anjing-anjing yang disembelih di Jawa Tengah banyak yang berasal dari luar provinsi dan daerah lain yang tidak bebas rabies,” katanya.

Di penghujung tahun 2019, kasus antraks juga ditemukan dalam jumlah yang signifikan di wilayah Gunung Kidul, Provinsi Yogyakarta, yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Wabah yang signifikan dapat dihindari karena tindakan antisipatif yang diambil oleh pemerintah daerah.

Di bawah AIHSP, Jawa Tengah akan dapat lebih memperkuat surveilans vektor dan laboratoriumnya, sehingga dapat fokus memprioritaskan upaya pencegahan dan promosi penyakit untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

“Kita perlu mendorong penemuan lebih banyak kasus lebih awal, dan penguatan manajemen di semua fasilitas pelayanan kesehatan,” kata Gubernur Pranowo.

Bagikan Tautan