Dukung Inklusivitas dalam Membangun Ketahanan Kesehatan, AIHSP Gelar Pelatihan Komunikasi Risiko untuk Ragam Penyandang Disabilitas
Dipublikasikan pada 28 Mei 2024
Program Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) mendukung pelaksanaan sebuah pelatihan dalam rangka memperluas inklusi disabilitas dalam sistem ketahanan kesehatan di Jawa Tengah.
Diselenggarakan pada pada 31 Mei hingga 2 Juni 2022 lalu, serial lokakarya bagi organisasi yang mewakili penyandang disabilitas ini diadakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Unit Layanan Inklusif Disabilitas (LIDi) Provinsi Jawa Tengah.
Tujuan dari kegiatan yang diselenggarakan selama 3 hari berturut-turut ini adalah untuk meningkatkan kapasitas mengkomunikasikan risiko kesehatan di kalangan ragam penyandang disabilitas guna merespon krisis kesehatan.
Berdasarkan penyampaian BPBD Jawa Tengah yang diwakili oleh Ardi Nugroho terdapat 126.000 penyandang disabilitas yang bermukim di Jawa Tengah.
“Semuanya, baik dengan disabilitas fisik, netra, tuli, dan intelektual membutuhkan materi komunikasi mengenai risiko dari ancaman kesehatan, khususnya seperti COVID-19,” tutur Ardi.
“Komunikasi risiko bertujuan untuk memberikan informasi yang terkini dan terpercaya sehingga semua orang dapat mengambil keputusan terbaik untuk dirinya dan keluarganya.”
Ardi menambahkan, “termasuk mendukung perubahan perilaku kepada pencegahan dan pengendalian penyakit menular.”
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, diwakili oleh Yullita Evarini, menjelaskan peran dari organisasi perwakilan penyandang disabilitas dalam membina perubahan perilaku.
“Perubahan perilaku masyarakat merespon suatu wabah penyakit tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba, dan tidak bisa tercapai jika belum melalui berbagai proses,” imbuh Yullita.
“Salah satu hal yang dapat mendukung terjadinya hal tersebut adalah komunikasi risiko.”
“Melalui lokakarya ini, kami berharap terjadi peningkatan kapasitas para organisasi penyandang disabilitas terkait penyusunan strategi komunikasi risiko, termasuk bagaimana memproduksi materi-materi komunikasi yang inklusif dan sesuai kebutuhan, seputar mitigasi pandemi COVID-19.”
Lokakarya yang turut dihadiri oleh perwakilan dari Forum Disabilitas Srumbung (FODIS), Gerakan Kesejahteraan Untuk Tuna Rungu Indonesia (GERKATIN), Sahabat Mata Semarang, serta Komunitas Sahabat Difabel (KSD) Semarang ini diselenggarakan untuk membantu peserta menyusun strategi komunikasi risiko dengan menentukan tujuan, melakukan analisis situasi dan deteksi dini terhadap krisis kesehatan.
Dalam proses penyusunan strategi tersebut, peserta dibimbing agar mampu mengidentifikasi dan melakukan pemetaan pihak-pihak mana yang berpotensi bekerja sama, menentukan target sasaran khalayak, mengemas pesan-pesan yang efektif dan menggugah, serta memilih saluran komunikasi yang paling tepat.
Tidak hanya sampai di situ, peserta turut dilatih melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap programnya.
Dalam pidatonya, Team Leader AIHSP, John Leigh, menyampaikan bahwa AIHSP mengikuti prinsip inklusivitas pada setiap kegiatannya.
“Indonesia dalam proses transisi situasi pandemi menuju endemi,” kata John. “Pengendalian COVID-19 menjadi kunci utama keberhasilannya.”
“Komunikasi risiko berperan besar dalam mencapai tujuan dan harus disesuaikan bagi semua pihak, termasuk penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya.”
“AIHSP mendukung Pemerintah Jawa Tengah dalam menyampaikan informasi yang berbasis komunikasi risiko kepada penyandang disabilitas.”