Dari Rumah ke Rumah: Vaksinasi COVID-19 Jemput Bola ke Rumah Warga di Sejumlah Desa di Kabupaten Maros
Dipublikasikan pada 26 April 2024
Rombongan Program Vaksinasi Last-Mile COVID-19 memulai perjalanan menuju Dusun Cindakko, Desa Bontosomba, Kec. Tompobulu, Kab. Maros, Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut adalah salah satu wilayah sasaran program yang didukung oleh Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP), karena nilai cakupan vaksinasinya cukup rendah dibandingkan cakupan secara nasional.
Sebagian besar rombongan berada di dalam mobil ambulans yang berangkat dari Puskesmas Tompobulu. Perjalanan ditempuh sekitar satu setengah jam melewati pasar Masale, hingga ke jembatan beton terakhir.
Dua jam berikutnya mobil dipaksa melewati jalan bebatuan dan tanah yang licin. Perjalanan ini membuat para relawan dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat & Ilmu Kedokteran Keluarga (IKM IKK) Universitas Hasanuddin saling menyempil dan berguncang selama 2 jam di dalam ambulans tersebut.
Relawan yang bertugas memeluk erat cooler box berisi vaksin COVID-19 untuk mengamankanya dari guncangan hebat selama perjalanan. Setelah mobil ambulans tiba di ujung jalan, rombongan pun melanjutkan perjalanan dengan kaki ke jalur pedakian sekitar 30 menit.
*
Dusun Cindakko, dihuni 116 Kepala Keluarga dengan total warga 300 jiwa. Cakupan vaksinasinya kini mencapai 60% untuk dosis pertama dan kedua. Dengan catatan, sejumlah warga harus mengulang vaksinasinya karena telah melewati rentang waktu enam bulan.
Sampara, seorang warga Cindakko yang divaksin hari itu menyampaikan bahwa keinginannya untuk divaksin tak selalu disambut faktor yang memungkinkannya. Mulai dari jarak yang jauh, medan yang sulit, hingga kurangnya dukungan pra sarana.
“Saya pernah jalan kaki ke Puskesmas Tompobulu, sampai di sana, nda bisa vaksin kalau hanya satu orang. Saya tidak tahu mau ajak siapa, jadi saya pulang lagi ke rumah,” tuturnya.
Tim relawan bertemu Sampara di perjalanan menuju Cindakko. Bagi Sampara, bertemu dengan tim vaksinasi adalah keberuntungan. “Ini berkah Jumat saya mungkin,” katanya tertawa sembari bersiap menerima vaksin COVID-19 dosis keduanya.
“Dulu waktu saya sudah vaksin satu, tidur lebih nyenyak,” imbuhnya seraya tertawa seusai disuntik vaksin.
Nurul Ilmi, vaksinator yang bertugas menimpali, “semoga vaksin kedua bisa jadi lebih nyenyak,” ujar Ilmi ikut tertawa.
Relawan vaksinator lainnya, dr. Fitrah Pratama nampak senang ketika seorang lansia mendatanginya untuk memeriksakan diri. “Saya tidak bisa bilang apa-apa. Rasanya bahagia sekali,” katanya.
Sehari-hari, Fitrah bekerja sebagai dokter di Unit Gawat Darurat (UGD) di salah satu rumah sakit di Makassar. Dia bekerja dalam ruangan, menunggu untuk memberikan penanganan pertama pada pasien gawat darurat.
“Di UGD, intinya saya bekerja untuk mengobati. Tapi dengan menjadi relawan ini, saya bekerja untuk mencegah. Jadi sangat berbeda, dan rasanya luar biasa tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata,” katanya.
“Bayangkan dari Cindakko menuju Kecamatan. Itu sangat jauh dan sangat berisiko bagi mereka yang rentan. Inilah yang kita lakukan. Kita mendatangi mereka,” lanjut Fitrah.
Hal ini diperkuat oleh sambutan baik dari Kepala Puskesmas Tompobulu, Rita Widiastuti. Menurutnya, pendekatan jemput bola yang dilakukan dalam program yang didukung oleh Pemerintah Australia ini menjawab kekhawatiran dan mengisi kekurangan sumber daya Puskesmas dalam memberi aksesk yang lebih luas untuk vaksinasi.
“Selama ini, jika kami buat vaksin di daerah Masale, kami khawatir soal warga. Jika mereka datang vaksin dan harus pulang ke kampung, perjalanan bisa lebih dari dua jam,” katanya. Ia turut menyampaikan bahwa dengan mendatangi langsung warga di rumah mereka, program ini juga berkontribusi mengurangi risiko-risiko kesehatan lain, ketimbang mengumpulkan warga di puskesmas.