AIHSP Mendukung Pemerintah Sulawesi Selatan dalam Melaksanakan Layanan Publik yang Inklusif
Dipublikasikan pada 1 Mei 2024
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) mencanangkan pelayanan publik yang inklusif sejak lama yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018 – 2023.
“Konsep inklusivitas yang ingin dicapai Sulawesi Selatan memiliki spektrum yang luas. Bukan hanya bicara tentang disabilitas, tetapi juga kelompok rentan lain seperti perempuan, lansia dan anak-anak,” jelas Ukrima Rijal, ST. ,MSi, Kepala Bidang Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah Bappelitbangda Sulsel, dalam talk show “Menggagas Layanan Publik yang Inklusif di Sulawesi Selatan: dari Aksi Menuju Legislasi” pada 21 September 2023.
Kebijakan untuk mendukung pelaksanaan pelayanan publik yang inklusif juga sudah ada yaitu Peraturan Gubernur (pergub) Nomor 116 Tahun 2018. Namun, pelaksanaan pergub tersebut belum nyata di lapangan. “Saya lihat, memang ada yang perlu dipertajam (dari pergub tersebut). Ada beberapa hal yang tidak dijelaskan secara spesifik dan karenanya, perlu dijabarkan dan dijelaskan dalam rencana aksi daerah,” ujar Ukrima.
AIHSP yang telah bekerja bersama Pemprov Sulsel sejak Agustus 2021 untuk mendukung pencapaian visi dan misi Pemprov Sulsel terkait ketahanan kesehatan, mendukung revisi pergub tersebut, sekaligus menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) Penyandang Disabilitas Tahun 2023 – 2026. “Kami bekerja sama secara erat dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk mendukung kebijakan-kebijakan dan arah pembangunan yang telah ditetapkan,” tegas Isradi Alireja, Deputy Director AIHSP.
Finalisasi pergub dan penyusunan RAD Penyandang Disabilitas dilakukan melalui proses konsultasi publik yang panjang dan kolaborasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang relevan, Yayasan BaKTI dan organisasi penyandang disabilitas di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, lembaga yang bekerja untuk isu-isu perempuan dan anak, lembaga swadaya masyarakat, serta media.
“Prosesnya panjang. Berbulan-bulan. Tantangannya adalah mengintegrasikan dan menyelaraskan semua rencana kegiatan (penyandang disabilitas) dengan kegiatan mandatory setiap OPD yang harus sesuai dengan arahan dari berbagai kementerian,” jelas Lusia Palulungan dari Yayasan BaKTI.
Lahirnya inisiatif ini diinspirasi oleh Program Vaksinasi COVID-19 inklusif yang dilakukan AIHSP dan telah berhasil meningkatkan cakupan vaksinasi COVID-19 kepada kelompok berisiko tinggi di lima kabupaten dampingan AIHSP di Sulawesi Selatan yaitu Bone, Pinrang, Maros, Gowa dan Enrekang. Kegiatan ini juga berhasil meningkatkan peran aktif kelompok penyandang disabilitas di Sulawesi Selatan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Sulawesi Selatan.
Program vaksinasi COVID-19 inklusif bertujuan meningkatkan capaian vaksinasi COVID-19 terutama untuk kelompok berisiko tinggi, termasuk lansia dan penyandang disabilitas. Dalam periode April 2022 – Mei 2023, program ini telah berkontribusi melakukan vaksinasi terhadap 71.258 orang, termasuk 39.416 perempuan, 12.360 lansia dan 3.233 penyandang disabilitas. Praktik baik ini kemudian menginspirasi Pemprov Sulsel untuk memperluas cakupan layanan publik yang inklusif, bukan hanya di sektor kesehatan, tetapi juga di sektor-sektor layanan publik lainnya.
Dr. Erwan Tri Sulistyo, M.Kes, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinisi Sulsel mengakui, kelompok penyandang disabilitas dan orangtua, masih sulit mengakses layanan vaksinasi COVID-19. Petugas kesehatan juga dinilai belum memahami kebutuhan penyandang disabilitas ketika memberikan layanan kesehatan. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi penyandang disabilitas untuk datang ke fasilitas layanan kesehatan.
“Pemahaman tentang kebutuhan teman-teman penyandang disabilitas ini penting untuk diketahui sehingga waktu itu, saya meminta AIHSP, berdasarkan pengalaman vaksinasi COVID-19 yang inklusif, perlu mendiseminasikan pembelajaran ke seluruh kabupaten/kota di Sulsel. Harapannya adalah petugas kesehatan mendapat pemahaman dan pengalaman baru, bagaimana menjalankan layanan kesehatan yang inklusif,” ujarnya.
Akademisi dari Universitas Hasanuddin yang berperan aktif sejak inisiasi program vaksinasi COVID-19 inklusif, Ishaq Rahman, SIP, M.Si, menggarisbawahi bahwa keberhasilan vaksinasi COVID-19 inklusif di Sulsel, didukung oleh dua faktor. “Pertama, model komunikasi risiko yang didisain secara baik untuk menjangkau kelompok masyarakat rentan. Kedua, penyesuaian pendekatan pentahelix atau kolaborasi multipihak dengan konteks wilayah dan masyarakat rentan yang disasar,” katanya.
Nur Syarif Ramadhan, Ketua PerDIK, yang juga seorang penyandang disabilitas netra, menceritakan, partisipasinya di dalam kegiatan AIHSP diawali dengan program vaksinasi COVID-19 Inklusif. “Waktu itu kita membahas seperti apa kira-kira model pelibatan teman-teman disabilitas. Bersama-sama, kita juga merancang model pembelajaran untuk memberikan perspektif kepada tenaga kesehatan tentang bagaimana berinteraksi dengan teman-teman penyandang disabilitas ketika melakukan layanan kesehatan,” jelas Syarif.
Partisipasi aktif organisasi penyandang disabilitas dalam merevisi pergub dan menyusun RAD Penyandang Disabilitas merupakan kebanggaan bagi Syarif di mana mitra pembangunan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil bisa berkolaborasi dalam mendorong kebijakan yang inklusif disabilitas. Syarif mengaku, “Kerjasama dengan AIHSP membuka jejaring kolaborasi antara organisasi penyandang disabilitas dan tenaga kesehatan. Saya berharap, praktik-praktik baik ini bisa menjadi pembelajaran untuk wilayah lain di Indonesia.”
Pemprov Sulsel berkomitmen untuk terus mengawal pelaksanaan layanan publik yang inklusif ini. Dengan pergub yang sudah direvisi dan tersedianya RAD Penyandang Disabilitas, maka seluruh OPD sudah memiliki pegangan dalam melaksanakan layanan publik yang inklusif. Kegiatan-kegiatan organisasi penyandang disabilitas juga sudah diakomodir di dalam kegiatan OPD-OPD. “RAD ini akan kami sampaikan ke kabupaten/kota di Sulawesi Selatan,” ujar Ukrima.
“Pengawalan pelaksanaan layanan publik yang inklusif akan dilakukan, diawali dengan tinjauan dokumen rencana kerja pemerintah daerah yang dilaksanakan setiap tahunnya. Harapannya, konsep inklusivitas ini betul-betul diarus utamakan oleh teman-teman di kabupaten/kota, mulai dari dokumen rencana kerjanya,” tegas Ukrima. Ukrima juga merencanakan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan layanan publik yang inklusif ini.
dr. Anung Sugihantono, M.Kes, yang bertindak sebagai moderator mencatat empat hal penting yang disampaikan dalam talk show ini. Pertama, kondisi disabilitas bukan hal yang perlu ditakuti. Kita harus lebih aware terhadap kondisi penyandang disabilitas. Kedua, kolaborasi multipihak seperti pentahelix merupakan hal penting untuk melaksanakan layanan publik yang inklusif. Ketiga, pentingnya kelembagaan untuk mengawal pelaksanaan layanan publik yang inklusif, melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, seperti yang dilakukan oleh Pemprov Sulsel dengan merevisi pergub dan menyusun RAD Penyandang Disabilitas, sehingga bisa diimplementasikan di lapangan. Dan keempat, pentingnya pelaksanaan kebijakan dan rencana kerja yang sudah dibuat.